Rabu, 19 September 2007

KAMI HANYA INGIN SATU DAN MANYATU

Keluargaku

Masih kuingat jelas gelak tawa
Masih kurasakan hembusan kasih sayang itu
Masih jelas tutur kata dan petuah bijakmu

Ayah........ Ibu.....
Kau lahirkan kami semua dengan kasih dan sayangmu
Kau suapi kami Anak- anakmu dengan bubur cinta
Kau beri kami mantra- mantra kehidupan

Ayah...... Ibu.....
Kini kami telah berlayar
Mengarungi samudra kehidupan
berjalan, berlari tanpa alas kakimu

Ayah .... Ibu....
Kami merindukan hari- hari itu
Kami merindukan bubur dari tanganmu
Kami merindukan semua yang pernah kau berikan

Ayah....Ibu .....
Hanya sekelumit Dao yang bisa kami ucapkan
Hanya sebuah gurauan nakal yang bisa kami berikan

Ayah.... Ibu...
Semoga kita satu dan menyatu
Semoga..... Amin

Surat Yang Tak Bisa Berdiam Diri

: Dian Godek
“kau harus kesini”, kataku pada waktu
“ada bunga-bunga baru mekar yang sedang
dihisap kumbang, pelan-pelan”
kalau ada kau, maka terhitung sudah
berapa lama sebenarnya pelan-pelan itu
“ayolah kesini saja, agar tak kian tegang dirimu”, ucapku pada kayu
“banyak buta kala mengaku manusia disini
hanya karena mereka berkacamata—padahal untuk menutupi
matanya yang buta”
jika kau disini, kau harus bantu aku
menghancurkan kacamata buta kala itu
“kapan kau kesini?”, tanyaku pada jarak
“jauh-dekat disini tak tentu tarifnya
yang mahal bukan ongkosnya, tapi harganya—aku kutip
tuturan teman kita yang baru beli rumah baru”
seumpama kau bisa datang kuharap kau bawa pedang
agar putus urat jauh-dekat disini, pun pendek-panjang
sebaiknya kau kesini,
agar surat ini mau berhenti
agar rindu-rindu menemukan arti
dan mati tiap sepi
Jember; September 2007
Ardianshah_Deny
deni_line@yahoo.com